Di dunia pendidikan tinggi, organisasi mahasiswa seringkali menjadi wadah bagi para mahasiswa untuk mengembangkan diri dan berkontribusi. Dalam pengertiannya, organisasi adalah kumpulan orang yang memiliki tujuan yang sama/tertentu. Terdapat banyak organisasi yang dinaungi oleh mahasiswa, yang paling banyak orang tahu adalah BEM. Hal ini berbeda dengan kampus di negara-negara UK terkhusus Coventry University, mereka mengenal yang namanya Students Union.
Selama di Coventry University, Muhammad Ridho Aulia, mahasiswa Teknologi Rekayasa Komputer dan Jaringan Fakultas Teknologi Industri Universitas Bung Hatta selaku awardee IISMA (Indonesian International Student Mobility Award) dari Universitas Bung Hatta yang dibimbing oleh Prof. Benny Tjahjono selaku Professor of Sustainability and Supply Chain Management, Centre for Business in Society (CBiS) mendapatkan kesempatan untuk mengenal lebih jauh tentang organisasi Students Union ini.
Berbeda dengan organisasi mahasiswa di Indonesia yang biasanya merepresentasikan sistem pemerintahan di negara Indonesia dan terdapat sistem himpunan yang terbatas pada ruang lingkup tertentu, Students Union di Coventry University beroperasi sebagai entitas independen yang bekerja sama dengan universitas, yang menggabungkan berbagai elemen dari kehidupan mahasiswa, termasuk himpunan mahasiswa, unit kegiatan mahasiswa, dan berbagai cabang olahraga, menjadi satu kesatuan sehingga dapat dinikmati oleh semua mahasiswa.
Bahkan untuk memberi kebebasan berekspresi, di bawah naungan Students Union mahasiswa bisa mendirikan himpunan/komunitasnya sendiri jika tidak terdapat dari pilihan yang ada. Hal ini bisa dilihat dari beragamnya pilihan society yang ada di website nya.
“Saya sangat terkesan dengan sistem organisasi mahasiswa di sini. Semua dimasukkan dalam satu wadah yaitu Students Union, mulai dari himpunan mahasiswa, unit kegiatan mahasiswa, hingga cabang-cabang olahraga. Jadi semua mahasiswa bisa merasakan manfaatnya. Hal ini bisa saja memungkinkan bagi saya sebagai mahasiswa teknik ikut society biomedis ” ujar Ridho.
Namun, yang membuat Students Union ini benar-benar unik adalah fakta bahwa ini bukan hanya organisasi, tetapi juga bisa menjadi profesi. Dengan gaji yang ditawarkan untuk berbagai posisi, Students Union ini berdiri sebagai organisasi yang memberikan lebih dari sekedar pengalaman.
“Ini artinya Students Union bukan sekadar organisasi, tapi bisa menjadi profesi. Kita bisa mengembangkan kemampuan kepemimpinan dan manajemen sambil mendapat penghasilan,” imbuhnya.
Selain itu, Ridho juga mengapresiasi independensi dan profesionalisme Students’ Union. Organisasi ini memiliki sistem penggajian untuk orang-orang yang menjalankannya, walau sumber dananya tetap dari kampus (atas kerja sama). Dan meskipun bekerja sama dengan pihak kampus, namun beberapa posisi penting dipegang oleh tenaga profesional yang tak terikat oleh kampus (bukan alumni atau mahasiswa yang pernah kuliah di Coventry University). Siapa saja bisa mendaftar, karena ini juga lowongan kerja.
Organisasi ini juga mengadakan event, workshop dan peluang-peluang lainnya untuk terhubung dengan pelajar dan mahasiswa lainnya. Hal ini dirasakan langsung oleh Ridho yang dapat terhubung dengan orang-orang dari negara dan budaya yang berbeda.
Pengalaman ini tentunya tidak hanya memperkaya pengetahuan dan keterampilan Ridho, tetapi juga membuka cakrawala baru tentang bagaimana organisasi mahasiswa bisa beroperasi dan memberikan manfaat kepada anggotanya.
Dengan sistem organisasi yang independen, universal, dan all-in-one, serta memberikan gaji, Ridho membawa pulang sebuah pertanyaan: Apakah model seperti ini layak diterapkan di kampus-kampus Indonesia?.
Sumber Tulisan : Prof. Benny Tjahjono selaku Professor of Sustainability and Supply Chain Management, Centre for Business in Society (CBiS)